Sabtu, 30 April 2011

puisi sariamin ismail

kumpulan puisi sariamin ismail

Ratap Ibu
Anakku tuan remaja putri,
Buah hati cahaya mata;
Hari raya sebesar ini,
Mengapa tuan tak bangun jua.
Bangun tuan, bangun nak kandung,

Bangun nak sayang, muda rupawan;
Sampai hati anakku tuan,
Membiarkan bunda duduk berkabung.
Lihatlah nasi telah terhidang,
Pakailah kain berlipat-lipat:
Tuan penanti jamu yang datang,
Akan penjelang kaum kerabat.
Bunyi tabuh menggegar bumi,
Bunyi petasan gegap gempita;
Penuh sesak di jalan raya,
Segala umat bersuka hati.
Parau suara kering rangkungan,
Memanggil tuan emas juita;
Mengapa tidak tuan dengarkan,
Suka melihat ibu berduka.
Tersirap darah gemetar tulang,
Melihat gadis duduk bersenda;
Wajah tuan sedikit tak hilang,
Serasa anakku duduk beserta.
Aduhai gadis anakku sayang,
Masih teringat, terbayang-bayang;
Di hari raya tahun dahulu,
Tuan duduk di hadapan ibu.
Bunda selalu dengar-dengaran,
Sebagai mendengar suara tuan;
Perangai menjadi bayangan mata,
Peninggalan seakan racun yang bisa.
Anakku, tak tertahan tak terderita,
Tersekanq nasi dalam rangkungan;
Terbang semangat letih anggota,
Bila bunda teringat tuan.
Ke rimba mana bunda berjalan,
Lautan mana kan bunda arung;
Agar bertemu anakku tuan,
Supaya terhibur hati yang murung.
Anakku, kekasih ibu,
Buah hati junjungan ulu;
Lengang rasanya kampung negara,
Sunyi senyap di hari raya,
Bunda sebagai hidup sendiri,
Selama tuan tak ada lagi.
Tidak berguna sawah dan bendar,
Emas intan tidak berharga;
Rumah besar rasa terbakar,
Untuk siapa kekuatan bunda.
Aduh kekasih, aduh nak sayang,
Di mana tuan terbaring seorang;
Bawalah ibu sama berjalan,
Mengapa bunda tuan tinggalkan,



Lapar
Letih badan, menangis sukma,
Lemah lunglai sendi anggota,
Haus lapar tidak tertahan,
Rasakan hilang nyawa di badan.
Telinga pekak, pemandangan kabur,
Kepala pusing, darah berdebur,
Jasmani berhajat pengisi dada,
Rohani berkehendak makanan nyawa.
Jauh di sana, di pihak daksina,
Di seberang lautan di tanah dewa,
Hidangan terhampar di dalam kaca,
Lazat rasa, harum baunya.
Di atas udara di tempat tinggi,
Kelihatan wajah seorang bidadari,
Tangannya memegang sebi,-h kendi,
Berisi air yang putih bersih.
Hidangan di talam memikat mata,
Air di kendi menarik hati,
Kuulurkan tangan hendak kuraba,
Kulangkahkan kaki ‘kan kuturuti.
Tapi, 0 Allah badanku lemah,
Kekuatan tak cukup penyampaikan niat,
Pandangku sempit, kaki terikat,
Hendak dikerasi takut’kan patah.
Jika makanan tidak di mata,
Tidaklah beta akan kecewa,
Tampak ada tercapai tiada,
Meracun hati, menuba nyawa.
0 Ayah, serta Bunda,
Kakak kandungku, saudara beta,
Tolonglah anakanda, tunjuki adinda,
Menghilangkan lapar, melepaskan dahaga

related articles



1 komentar:

pine mengatakan...

bagi kamu yang punya akun di blogger, bisa isi komentar bserta alamat web anda, nanti saya akan kunjungi balik?bagi yang tidak juga wajib di isis ya?
terima kasih suadah berkunjung?

Posting Komentar

pine2.blogspot.com